Ada penelitian menarik mengenai tingkat kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja Gubernur-Wakil Gubernur Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama.
Mayoritas warga ternyata belum puas dengan program pengurai kemacetan dan pembenahan angkutan umum yang dijalankan pasangan Jokowi-Ahok, sapaan Joko Widodo - Basuki setelah setahun lebih memimpin DKI.
Hal itu terungkap dari penelitian yang dilakukan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Pusat Data Bersatu (PDB). Jumat (29/11), dua lembaga riset itu memaparkan hasil penelitiannya di kampus Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta.
Penelitian dengan metode telepolling itu dilakukan pada 11-13 Oktober dengan melibatkan 500 responden yang dipilih secara acak. Sebanyak 61,5 persen responden menyatakan tidak puas dengan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi problem kemacetan di Jakarta. Hanya 33 persen yang mengaku puas, dan 4,6 persen menjawab tidak tahu. "Jokowi - Ahok dinilai belum maksimal mengatasi kemacetan lalu lintas," ujar Direktur PPPI Wijayanto Samirin.
Ketidakpuasan terhadap pembenahan angkutan umum juga tergolong tinggi, yakni 50,8 persen. Sisanya, yakni 43,1 persen menyatakan puas, dan 6,1 persen menjawab tidak tahu. Dengan demikian, problem kemacetan dan angkutan umum menjadi PR (pekerjaan rumah) besar yang harus segera diselesaikan oleh Jokowi-Ahok.
Menurut dia, warga Jakarta mendambakan transportasi umum yang nyaman, aman, dan cepat. Mengenai besaran tarif, menurut dia, sebenarnya tidak terlalu dipersoalkan. "Hal itu menjadi persoalan di tengah keinginan Jokowi-Ahok untuk meminta warga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum," jelas dia.
Meski demikian, ada temuan unik dari penelitian tersebut. Kendati mayoritas mengaku belum puas, ternyata Jokowi-Ahok tetap disukai publik. Indikasinya, saat ditanya soal siapa yang bertanggung jawab terhadap kemacetan dan angkutan umum, sebanyak 47,5 persen responden tidak menyalahkan Jokowi-Ahok. Mereka menyatakan bahwa kemacetan dan angkutan umum adalah tanggung jawab semua pihak.
Baru di urutan kedua, atau 22,0 persen menjawab Jokowi - Ahok, lalu urutan ketiga memilih dinas perhubungan 9,0 persen, masyarakat, 5,5 persen, presiden 4,0 persen, kepolisian 2,0 persen, pemerintah pusat dan daerah 1,5 persen, pengguna jalan 1,0 persen, dan lain-lain 1,0 persen. "Kalau gubernur yang lalu, saat masyarakat ditanya siapa yang harus bertanggungjawab, mereka menjawab nomor satu gubernur," ungkap dia.
Di tempat terpisah, Jokowi mengatakan tidak terlalu mempersoalkan hasil survei itu. Yang terpenting bagi dia hanya konsenÂtrasi bekerja menuntaskan segala persoalan Jakarta. Menurut kader PDIP itu, kemacetan di Jakarta disebabkan oleh pertambahan jumlah kendaraan yang semakin membengkak. Menurut data pemprov, pertambahan kendaraan di Jakarta sejak Januari hingga Oktober tahun ini mencapai 1.218.000 unit.
"Bayangin, tambahan mobil dan motor baru. Makanya, kita akan meninggikan pajak progresif untuk mengantisipasi semakin melonjaknya jumlah kendaraan. Nah, tugas pemerintah pusat mestinya membatasi (volume kendaraan)," tegas dia.
sumber:
jpnn.com
Mayoritas warga ternyata belum puas dengan program pengurai kemacetan dan pembenahan angkutan umum yang dijalankan pasangan Jokowi-Ahok, sapaan Joko Widodo - Basuki setelah setahun lebih memimpin DKI.
Hal itu terungkap dari penelitian yang dilakukan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Pusat Data Bersatu (PDB). Jumat (29/11), dua lembaga riset itu memaparkan hasil penelitiannya di kampus Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta.
Penelitian dengan metode telepolling itu dilakukan pada 11-13 Oktober dengan melibatkan 500 responden yang dipilih secara acak. Sebanyak 61,5 persen responden menyatakan tidak puas dengan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi problem kemacetan di Jakarta. Hanya 33 persen yang mengaku puas, dan 4,6 persen menjawab tidak tahu. "Jokowi - Ahok dinilai belum maksimal mengatasi kemacetan lalu lintas," ujar Direktur PPPI Wijayanto Samirin.
Ketidakpuasan terhadap pembenahan angkutan umum juga tergolong tinggi, yakni 50,8 persen. Sisanya, yakni 43,1 persen menyatakan puas, dan 6,1 persen menjawab tidak tahu. Dengan demikian, problem kemacetan dan angkutan umum menjadi PR (pekerjaan rumah) besar yang harus segera diselesaikan oleh Jokowi-Ahok.
Menurut dia, warga Jakarta mendambakan transportasi umum yang nyaman, aman, dan cepat. Mengenai besaran tarif, menurut dia, sebenarnya tidak terlalu dipersoalkan. "Hal itu menjadi persoalan di tengah keinginan Jokowi-Ahok untuk meminta warga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum," jelas dia.
Meski demikian, ada temuan unik dari penelitian tersebut. Kendati mayoritas mengaku belum puas, ternyata Jokowi-Ahok tetap disukai publik. Indikasinya, saat ditanya soal siapa yang bertanggung jawab terhadap kemacetan dan angkutan umum, sebanyak 47,5 persen responden tidak menyalahkan Jokowi-Ahok. Mereka menyatakan bahwa kemacetan dan angkutan umum adalah tanggung jawab semua pihak.
Baru di urutan kedua, atau 22,0 persen menjawab Jokowi - Ahok, lalu urutan ketiga memilih dinas perhubungan 9,0 persen, masyarakat, 5,5 persen, presiden 4,0 persen, kepolisian 2,0 persen, pemerintah pusat dan daerah 1,5 persen, pengguna jalan 1,0 persen, dan lain-lain 1,0 persen. "Kalau gubernur yang lalu, saat masyarakat ditanya siapa yang harus bertanggungjawab, mereka menjawab nomor satu gubernur," ungkap dia.
Di tempat terpisah, Jokowi mengatakan tidak terlalu mempersoalkan hasil survei itu. Yang terpenting bagi dia hanya konsenÂtrasi bekerja menuntaskan segala persoalan Jakarta. Menurut kader PDIP itu, kemacetan di Jakarta disebabkan oleh pertambahan jumlah kendaraan yang semakin membengkak. Menurut data pemprov, pertambahan kendaraan di Jakarta sejak Januari hingga Oktober tahun ini mencapai 1.218.000 unit.
"Bayangin, tambahan mobil dan motor baru. Makanya, kita akan meninggikan pajak progresif untuk mengantisipasi semakin melonjaknya jumlah kendaraan. Nah, tugas pemerintah pusat mestinya membatasi (volume kendaraan)," tegas dia.
sumber:
jpnn.com
Survey Tingkat Kepuasan Jokowi Ahok